1. Pengertian Mitos, Legenda, dan Cerita Rakyat
MITOS
Mitos
adalah satu cerita, pendapat atau anggapan dalam sebuah kebudayaan yang
dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu perkara yang pernah berlaku pada suatu
masa dahulu, yang kebenarannya belum tentu benar adanya ( Harry Lubis, 2009).
LEGANDA
Legenda
adalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar
terjadi tetapi tidak dianggap suci dan oleh yang empu- nya cerita sebagai suatu
yang benar-benar terjadi dan juga telah dibumbui dengan keajaiban, kesaktian,
dan keistimewaan tokohnya. Berbeda dengan mite, legenda ditokohi oleh manusia,
ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering kali juga dihubungkan
dengan makhluk ajaib. Peristiwanya bersifat sekuler (keduniawian), dan sering
dipandang sebagai sejarah kolektif. Oleh karena itu, legenda seringkali
dipandang sebagai ”sejarah” kolektif (folkstory). Walaupun demikian,
karena tidak tertulis maka kisah tersebut telah mengalami distorsi
sehingga seringkali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu,
jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi
sejarah maka legenda harus bersih dari unsur-unsur yang mengandung
sifat-sifat folklor.
Ciri-Ciri Legenda
Legenda merupakan cerita rakyat yang memiliki ciri-ciri,
yaitu sebagai berikut.
1.
Oleh yang empunya cerita dianggap sebagai
suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi.
2.
Bersifat sekuler (keduniawian),
terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di dunia seperti
yang kita kenal sekarang. Tokoh utama dalam legenda adalah manusia.
3.
“Sejarah” kolektif, maksudnya sejarah
yang banyak mengalami distorsi karena seringkali dapat jauh berbeda dengan
kisah aslinya.
4.
Bersifat migration yakni dapat
berpindah-pindah, sehingga dikenal luas di daerah-daerah yang berbeda.
5.
Bersifat siklus, yaitu sekelompok
cerita yang berkisar pada suatu tokoh atau
kejadian tertentu,
misalnya di Jawa legenda-legenda mengenai Panji.
Jenis-Jenis Legenda
Legenda dapat dibagi ke dalam empat jenis, yaitu legenda
keagamaan, legenda alam gaib, legenda perseorangan, dan legenda setempat.
1. Legenda Keagamaan
Legenda yang ceritanya berkaitan dengan kehidupan keagamaan
disebut dengan legenda keagamaan. Legenda ini misalnya legenda tentang orang-
orang tertentu. Kelompok tertentu misalnya cerita tentang para penyebar Islam
di Jawa. Kelompok orang-orang ini di Jawa dikenal dengan sebutan walisongo.
Mereka adalah manusia biasa, tokoh yang memang benar-benar ada, akan tetapi
dalam uraian ceritanya ditampilkan sebagai figur-figur yang memiliki kesaktian.
Kesaktian yang mereka miliki digambarkan di luar batas-batas manusia biasa.
Sebutan wali songo ada yang menafsirkan bukan berarti sembilan dalam
arti jumlah, tetapi angka sembilan itu sebagai angka sakral. Penafsiran ini
didasarkan pada kenyataan adanya para tokoh penyebar Islam yang lainnya. Mereka
berada di tempat-tempat tertentu. Masyarakat setempat biasanya memandang tokoh
tersebut kedudukannya sama atau sederajat dengan tokoh wali yang sembilan
orang. Tokoh-tokoh tersebut seperti Syekh Abdul Muhyi, Syekh Siti Jenar,
Sunan Geseng, Ki Pandan Arang, Pangeran Panggung, dan lain-lain.
2) Legenda Alam Gaib
Bentuk kedua yaitu legenda alam gaib. Legenda ini biasanya
berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang.
Fungsi legenda semacam ini adalah untuk meneguhkan kebenaran “takhyul” atau
kepercayaan rakyat. Jadi, legenda alam gaib adalah cerita-cerita pengalaman seorang
dengan makhluk-makhluk gaib, hantu-hantu, siluman, gejala-gejala alam gaib, dan
sebagainya.
Contoh legenda alam gaib misalnya, di Bogor Jawa Barat ada
legenda tentang mandor Kebun Raya Bogor yang hilang lenyap begitu saja sewaktu
bertugas di Kebun Raya.Menurut kepercayaan penduduk setempat, hal itu
disebabkan ia telah melangkahi setumpuk batu bata yang merupakan bekas-bekas
pintu gerbang Kerajaan Pajajaran. Pintu gerbang itu, menurut kepercayaan
penduduk setempat, terletak di salah satu tempat di kebun raya. Tepatnya tidak
ada yang mengetahui. Oleh karenanya, penduduk disana menasihati para pengunjung
Kebun Raya, agar jangan melangkahi tempat antara tumpukan-tumpukan batu bata
tua, karena ada kemungkinan bahwa di sanalah bekas pintu gerbang kerajaan zaman
dahulu itu. Jika kita melanggarnya, maka kita akan masuk ke daerah gaib dan
tidak dapat pulang lagi ke dunia nyata.
Contoh lainnya yaitu kepercayan terhadap adanya hantu,
gendruwo, sundel bolong serta nyi blorong.
3. Legenda Perorangan
Legenda perseorangan merupakan cerita mengenai tokoh-tokoh
tertentu yang dianggap benar-benar terjadi. Di Indonesia legenda semacam
ini banyak sekali.misalnya Sabai nan Aluih dan Si Pahit Lidah dari Sumatra, Si
Pitung dan Nyai Dasima dari Jakarta, Lutung Kasarung dari Jawa Barat, Rara
Mendut dan Jaka Tingkir dari Jawa Tengah, Suramenggolo dari Jawa Timur, serta
Jayaprana dan Layonsari dari Bali.
4) Legenda lokal/Setempat
Legenda lokal adalah legenda yang berhubungan dengan nama
tempat terjadinya gunung, bukit, danau, dan sebagainya. Misalnya, legenda
terjadinya Danau Toba di Sumatra, Sangkuriang (legenda Gunung Tangkuban Parahu)
di Jawa Barat, Rara Jonggrang di Yogyakarta dan Jawa Tengah, Ajisaka di Jawa
Tengah, dan Desa Trunyan di Bali.
CERITA RAKYAT
Cerita Rakyat
adalah sebagian kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki Bangsa Indonesia.
Pada umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang
dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang,
manusia maupun dewa. Fungsi Cerita rakyat selain sebagai hiburan juga bisa
dijadikan suri tauladan terutama cerita rakyat yang mengandung pesan-pesan
pendidikan moral.
2. Contoh-contoh dari Mitos, Legenda dan Cerita Rakyat
Contoh Mitos yang ada di Indonesia :
1.
Cerita terjadinya mado-mado atau marga di Nias (Sumatra Utara)
2.
Cerita barong di Bali.
3.
Cerita pemindahan Gunung Suci Mahameru di India oleh para dewa ke Gunung
Semeru
yang dianggap suci oleh orang Jawa dan Bali.
4.
Cerita Nyai Roro Kidul (Ratu Laut Selatan)
5.
Cerita Joko Tarub
6.
Cerita Dewi Nawangwulan
7.
Dan lain sebagainya
Berikut
adalah contoh Mitos - Dewi Padi atau Dewi Sri –
Cerita
mitologi yang paling luas persebarannya hampir di seluruh Asia Tenggara adalah
mitologi Dewi Padi atau Dewi Sri. Yaitu cerita tentang asal usul beras yang
dikaitkan dengan cerita Dewi Sri. Hampir seluruh daerah di Indonesia, mitologi
tentang beras selalu dikaitkan dengan cerita Dewi Sri. Walaupun tema ceritanya
sama, yaitu Dewi Sri, tetapi setiap daerah memiliki cerita yang berbeda tentang
tokoh Dewi Sri ini. Baiklah, berikut ini akan sedikit disampaikan cerita
tentang Dewi Sri dengan versi cerita yang berbeda. Menurut versi di daerah
Surabaya, Dewi Sri adalah seorang putri dari Kerajaan Purwacarita. Ia mempunyai
seorang saudara laki-laki yang bernama Sadana. Pada suatu hari selagi tidur,
kedua anak raja itu disihir oleh ibu tiri mereka. Sadana diubah menjadi seekor
burung layang-layang, dan Sri diubah menjadi ular sawah. Dengan demikian, Sri
menjadi dewi padi dan kesuburan.
Ada pula daerah lain, memili versi yang berbeda tentang cerita Dewi Sri. Menurut ceritanya, padi berasal dari jenazah Dewi Sri, istri Dewa Wisnu. Selain padi masih ada tanaman-tanaman lainnya, yang juga berasal dari jenazah Dewi Sri. Dari tubuhnya tumbuh pohon aren, dari kepalanya tumbuh pohon kelapa, dari kedua tangannya tumbuh pohon buah-buahan, dan dari kedua kakinya tumbuh tanaman akar-akaran seperti ubi jalar dan ubi talas. Dewi Sri meninggal karena dirongrong terus-menerus oleh raksasa yang bernama Kala Gumarang. Raksasa ini wataknya sangat keras hati, sehingga setelah meninggal ia masih berkesempatan untuk menjelma menjadi rumput liar, yang selalu mengganggu tanaman padi (jelmaan Dewi Sri), yang menjadi kecintaannya itu.
Ada pula daerah lain, memili versi yang berbeda tentang cerita Dewi Sri. Menurut ceritanya, padi berasal dari jenazah Dewi Sri, istri Dewa Wisnu. Selain padi masih ada tanaman-tanaman lainnya, yang juga berasal dari jenazah Dewi Sri. Dari tubuhnya tumbuh pohon aren, dari kepalanya tumbuh pohon kelapa, dari kedua tangannya tumbuh pohon buah-buahan, dan dari kedua kakinya tumbuh tanaman akar-akaran seperti ubi jalar dan ubi talas. Dewi Sri meninggal karena dirongrong terus-menerus oleh raksasa yang bernama Kala Gumarang. Raksasa ini wataknya sangat keras hati, sehingga setelah meninggal ia masih berkesempatan untuk menjelma menjadi rumput liar, yang selalu mengganggu tanaman padi (jelmaan Dewi Sri), yang menjadi kecintaannya itu.
Dari
contoh mitologi tentang Dewi Sri tersebut, menunjukkan bagaimana masyarakat
pada masa sebelum tulisan menjelaskan tentang asal usul padi sebagai suatu
bentuk kejadian alam. Kita tidak bisa melacak dengan menggunakan sumber-sumber
tertulis, sebab tidak ditemukan sumber-sumbernya. Yang kita temukan adalah
suatu cerita rakyat tentang Dewi Sri dalam bentuk tradisi lisan. Cerita ini
sudah mengalami pewarisan dari generasi ke generasi. Bahkan sampai sekarang di
beberapa daerah, tokoh Dewi Sri dianggap sebagai dewi yang memberi kesuburan
pada penanaman padi, sehingga kalau habis panen diadakan upacara sebagai bentuk
ucapan terima kasih kepada Dewi Sri.
Contoh Legenda
1.
Akhir Riwayat Sang Lutung
2.
Aladin dan Lampu Ajaib
3.
Kisah Sang Pemalas Dengan Abu Hanifah
4.
Legenda Ikan Patin
Berikut
adalah sepenggal cerita Legenda Ikan Patin
Alkisah,
pada zaman dahulu kala, di Tanah Melayu hiduplah seorang nelayan tua yang
bernama Awang Gading. Ia tinggal seorang diri di tepi sebuah sungai yang luas
dan jernih. Walaupun hidup seorang diri, Awang Gading selalu merasa bahagia. Ia
mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Tuhan kepadanya. Pekerajaan
sehari-harinya adalah menangkap ikan di sungai dan mencari kayu di hutan.
Suatu sore, sepulang dari hutan, Awang Gading pergi mengail di sungai. “Ah, semoga hari ini aku mendapat ikan besar,” gumam Awang Gading. Usai melemparkan kailnya ke dalam air, ia berdendang sambil menunggu kailnya. Berapa saat kemudian, umpannya pun di makan ikan. Dengan hati-hati disentakkannya kail itu. Apa yang terjadi? Ternyata ikannya terlepas. Lalu dipasangnya lagi umpan pada mata kailnya. Berkali-kali umpannya di makan ikan, namun saat kailnya ditarik, ikannya terlepas lagi.
Suatu sore, sepulang dari hutan, Awang Gading pergi mengail di sungai. “Ah, semoga hari ini aku mendapat ikan besar,” gumam Awang Gading. Usai melemparkan kailnya ke dalam air, ia berdendang sambil menunggu kailnya. Berapa saat kemudian, umpannya pun di makan ikan. Dengan hati-hati disentakkannya kail itu. Apa yang terjadi? Ternyata ikannya terlepas. Lalu dipasangnya lagi umpan pada mata kailnya. Berkali-kali umpannya di makan ikan, namun saat kailnya ditarik, ikannya terlepas lagi.
“Air
pasang telan ke insang
Air
surut telan ke perut
Renggutlah…!
Biar putus jangan rabut,”
Biar putus jangan rabut,”
terdengar
dendang Awang Gading sambil melempar pancingnya kembali.
Hari sudah mulai gelap. Namun, tak seekor ikan pun yang diperolehnya. “Rupanya, aku belum beruntung hari ini,” gumam Awang Gading. Usai bergumam, Awang Gading pun bergegas pulang. Namun, baru saja melangkah, tiba-tiba ia mendegar tangisan bayi. Dengan perasaan takut, Awang Gading mencari asal suara itu. Tak lama mencari, ia pun menemukan bayi perempuan yang mungil tergolek di atas batu. Tampaknya bayi itu baru saja dilahirkan oleh ibunya. Anak siapa gerangan? Kasihan, ditinggal seorang diri di tepi sungai,” Ucap Awang Gading dalam hati. Oleh karena merasa iba, dibawanya bayi itu pulang ke gubuknya.
Hari sudah mulai gelap. Namun, tak seekor ikan pun yang diperolehnya. “Rupanya, aku belum beruntung hari ini,” gumam Awang Gading. Usai bergumam, Awang Gading pun bergegas pulang. Namun, baru saja melangkah, tiba-tiba ia mendegar tangisan bayi. Dengan perasaan takut, Awang Gading mencari asal suara itu. Tak lama mencari, ia pun menemukan bayi perempuan yang mungil tergolek di atas batu. Tampaknya bayi itu baru saja dilahirkan oleh ibunya. Anak siapa gerangan? Kasihan, ditinggal seorang diri di tepi sungai,” Ucap Awang Gading dalam hati. Oleh karena merasa iba, dibawanya bayi itu pulang ke gubuknya.
Malam
itu juga Awang Gading membawa bayi ke rumah tetua kampung. “Awang,
berbahagialah, karena kamu dipercaya raja penghuni sungai untuk memelihara
anaknya. Rawatlah ia dengan baik,” Tetua Kampung berpesan. “Terima kasih,
Tetua! Saya akan merawat bayi ini dengan baik. Semoga kelak menjadi anak yang
cerdas dan berbudi pekerti yang baik,” jawab Awang Gading mengharap.
Keesokan
harinya, Awang Gading mengadakan selamatan atas hadirnya bayi di tengah
kehidupannya. Ia mengundang seluruh tetangganya. Awang Gading memberi nama bayi
itu Dayang Kumunah. Usai acara tersebut, Awang Gading menimang-nimang sang bayi
sambil mendendang, “Dayang sayang, anakku seorang…Cepatlah besar menjadi gadis
dambaan.”
Kehadiran
Dayang Kumunah dalam kehidupannya, membuat Awang Gading semakin giat bekerja.
Ia sangat sayang dan perhatian terhadap Dayang. Awang Gading juga membekali
Dayang Kumunah berbagai ilmu pengetuhan dan pelajaran budi pekerti. Setiap hari
ia juga mengajak Dayang pergi mengail atau mencari kayu di hutan untuk mengenal
kehidupan alam lebih dekat.
Waktu
terus berjalan. Dayang Kumunah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan
berbudi pekerti luhur. Ia juga sangat rajin membantu ayahnya. Namun sayang,
Dayang Kumunah tidak pernah tertawa.
Suatu
hari, seorang pemuda tampan dan kaya lewat di depan rumah Dayang. Pemuda itu
bernama Awangku Usop. Saat melihat Dayang Kumunah sedang menjemur pakaian,
Awangku Usop langsung jatuh hati kepadanya dan berniat untuk segera
meminangnya.
Beberapa
hari kemudian, Awangku Usop meminang Dayang Kumunah pada Awang Gading.
“Maaf, Tuan! Nama saya Awangku Usop. Saya dari desa sebelah,” kata Usop memperkenalkan diri.
“Maaf, Tuan! Nama saya Awangku Usop. Saya dari desa sebelah,” kata Usop memperkenalkan diri.
“Ada
apa gerangan, Ananda Awangku Usop?” tanya Awang Gading.
“Saya ke mari hendak meminang putri Tuan” pinang Awangku Usop.
Awang Gading tidak langsung memberikan jawaban. Keputusannya ada pada Dayang Kumunah. Lalu ia meminta pendapat Dayang Kumunah. “Anakku, Dayang! Bagaimana pendapatmu tentang pinangan Awangku Usop?” tanya Awang Gading pada Dayang yang sedang duduk di sampingya. Dayang Kumunah langsung menanggapi pinangan pemuda itu. “Kanda Usop, sebenarnya kita berasal dari dua dunia yang berbeda. Saya berasal dari sungai dan mempunyai kebiasaan yang berlainan dengan manusia. Saya bersedia menjadi istri kanda Usop, tetapi dengan syarat, jangan pernah meminta saya untuk tertawa,” pinta Dayang Kumunah. Awangku Usop menyanggupi syarat itu. “Baiklah! Saya berjanji untuk memenuhi syarat itu,” kata Awangku Usop.
“Saya ke mari hendak meminang putri Tuan” pinang Awangku Usop.
Awang Gading tidak langsung memberikan jawaban. Keputusannya ada pada Dayang Kumunah. Lalu ia meminta pendapat Dayang Kumunah. “Anakku, Dayang! Bagaimana pendapatmu tentang pinangan Awangku Usop?” tanya Awang Gading pada Dayang yang sedang duduk di sampingya. Dayang Kumunah langsung menanggapi pinangan pemuda itu. “Kanda Usop, sebenarnya kita berasal dari dua dunia yang berbeda. Saya berasal dari sungai dan mempunyai kebiasaan yang berlainan dengan manusia. Saya bersedia menjadi istri kanda Usop, tetapi dengan syarat, jangan pernah meminta saya untuk tertawa,” pinta Dayang Kumunah. Awangku Usop menyanggupi syarat itu. “Baiklah! Saya berjanji untuk memenuhi syarat itu,” kata Awangku Usop.
Seminggu
kemudian, mereka pun menikah. Pesta pernikahan mereka berlangsung meriah. Semua
kerabat dan tetangga kedua mempelai diundang. Para undangan turut gembira
menyaksikan kedua pasangan yang serasi tersebut. Dayang Kumunah gadis yang
sangat cantik dan Awangku Usop seorang pemuda yang sangat tampan. Mereka pun
hidup berbahagia, saling mencintai dan saling menyayangi.
Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Beberapa minggu setelah mereka menikah, Awang Gading meninggal dunia karena sakit. Dayang Kumunah sangat sedih kehilangan ayah yang telah mendidik dan membesarkannya, meskipun bukan ayah kandungnya sendiri. Hingga berbulan-bulan lamanya, hati Dayang Kumunah diselimuti perasaan sedih. Untungnya, kesedihan itu segera terobati dengan kelahiran anak-anaknya yang berjumlah lima orang. Kehadiran mereka telah menghapus ingatan Dayang Kumunah kepada “ayahnya”. Ia pun kembali bahagia hidup bersama suami dan kelima anaknya.
Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Beberapa minggu setelah mereka menikah, Awang Gading meninggal dunia karena sakit. Dayang Kumunah sangat sedih kehilangan ayah yang telah mendidik dan membesarkannya, meskipun bukan ayah kandungnya sendiri. Hingga berbulan-bulan lamanya, hati Dayang Kumunah diselimuti perasaan sedih. Untungnya, kesedihan itu segera terobati dengan kelahiran anak-anaknya yang berjumlah lima orang. Kehadiran mereka telah menghapus ingatan Dayang Kumunah kepada “ayahnya”. Ia pun kembali bahagia hidup bersama suami dan kelima anaknya.
Namun,
Awang Usop merasa kebahagiaan mereka kurang lengkap sebelum melihat Dayang
Kumunah tertawa. Memang, sejak pertama kali bertemu hingga kini, Awang Usop
belum pernah melihat istrinya tertawa.
Suatu
sore, Dayang Kumunah berkumpul bersama keluarganya di teras rumah. Saat itu, si
Bungsu mulai dapat berjalan dengan tertatih-tatih. Semua anggota keluarga
tertawa bahagia melihatnya, kecuali Dayang Kumunah. Awang Usop meminta istrinya
ikut tertawa. Dayang Kumunah menolaknya, namun suaminya terus mendesak.
Akhirnya ia pun menuruti keinginan suaminya. Saat tertawa itulah, tiba-tiba
tampak insang ikan di mulutnya. Menyadari hal itu, Dayang Kumunah segera
berlari ke arah sungai. Awangku Usop beserta anak-anaknya heran dan
mengikutinya.
Sesampainya di tepi sungai, perlahan-lahan tubuh Dayang Kumunah menjelma menjadi ikan dan segera melompat ke dalam air. Awang Usop pun baru menyadari kekhilafannya. “Maafkan aku, istriku! Aku sangat menyesal telah melanggar janjiku sendiri, karena memintamu untuk tertawa. Kembalilah ke rumah, istriku!” bujuk Awangku Usop.
Sesampainya di tepi sungai, perlahan-lahan tubuh Dayang Kumunah menjelma menjadi ikan dan segera melompat ke dalam air. Awang Usop pun baru menyadari kekhilafannya. “Maafkan aku, istriku! Aku sangat menyesal telah melanggar janjiku sendiri, karena memintamu untuk tertawa. Kembalilah ke rumah, istriku!” bujuk Awangku Usop.
Namun, semua sudah terlambat. Dayang Kumunah telah terjun ke sungai. Ia telah menjadi ikan dengan bentuk badan cantik dan kulit mengilat tanpa sisik. Mukanya menyerupai raut wajah manusia. Ekornya seolah-olah sepasang kaki manusia yang bersilang. Orang-orang menyebutnya ikan patin.
Sebelum
menyelam ke dalam air, Dayang Kumunah berpesan kepada suaminya, “Kanda,
peliharalah anak-anak kita dengan baik.”
Awangku
Usop dan anak-anaknya sangat bersedih melihat Dayang Kumunah yang sangat mereka
cintai itu telah menjadi ikan. Mereka pun berjanji tidak akan makan ikan patin,
karena dianggap sebagai keluarga mereka. Itulah sebabnya sebagian orang Melayu
tidak makan ikan patin.
Contoh Cerita Rakyat
1.
Roro Jonggrang
2.
Timun Mas
3.
Si Pitung
4.
Legenda Danau Toba
5.
Ber-Ibu Kandung Seekor Kucing
6.
Batu Menangis
Berikut
adalah sepenggal Cerita Rakyat Batu Menangis
Di
sebuah desa terpencil, tinggallah seorang gadis dan ibunya. Gadis itu cantik.
Sayang, dia sangat malas. Ia sama sekali tak mau membantu ibunya mencari
nafkah. Setiap hari gadis itu hanya berdandan. Setiap hari, ia mengagumi
kecantikannya di cermin. Selain malas, gadis itu juga manja. Apa pun yang
dimintanya, harus dikabulkan. Tentu saja keadaan ini membuat ibunya sangat
sedih.
Suatu hari Ibunya meminta anak gadisnya menemaninya ke pasar. “Boleh saja, tapi aku tak mau berjalan bersama-sama dengan Ibu. Ibu harus berjalan di belakangku,” katanya. Walaupun sedih, ibunya mengiyakan. Maka berjalanlah mereka berdua menuruni bukit beriringan. Sang gadis berjalan di depan, sang ibu berjalan di belakang sambil membawa keranjang.
Suatu hari Ibunya meminta anak gadisnya menemaninya ke pasar. “Boleh saja, tapi aku tak mau berjalan bersama-sama dengan Ibu. Ibu harus berjalan di belakangku,” katanya. Walaupun sedih, ibunya mengiyakan. Maka berjalanlah mereka berdua menuruni bukit beriringan. Sang gadis berjalan di depan, sang ibu berjalan di belakang sambil membawa keranjang.
Walaupun
mereka ibu dan anak, mereka kelihatan berbeda. Seolah-olah mereka bukan berasal
dari keluarga yang sama. Bagaimana tidak? Anaknya yang cantik berpakaian sangat
bagus. Sedang ibunya kelihatan tua dan berpakaian sangat sederhana.
Di perjalanan, ada orang menyapa mereka. “Hai gadis cantik, apakah orang yang di belakangmu ibumu?” tanya orang itu. “Tentu saja bukan. Dia adalah pembantuku,” kata gadis itu. Betapa sedihnya ibunya mendengarnya. Tapi dia hanya diam. Hatinya menangis. Begitulah terus menerus. Setiap ada orang yang menyapa dan menanyakan siapa wanita tua yang bersamanya, si gadis selalu menjawab itu pembantunya.
Di perjalanan, ada orang menyapa mereka. “Hai gadis cantik, apakah orang yang di belakangmu ibumu?” tanya orang itu. “Tentu saja bukan. Dia adalah pembantuku,” kata gadis itu. Betapa sedihnya ibunya mendengarnya. Tapi dia hanya diam. Hatinya menangis. Begitulah terus menerus. Setiap ada orang yang menyapa dan menanyakan siapa wanita tua yang bersamanya, si gadis selalu menjawab itu pembantunya.
Lama-lama
sang ibu sakit hatinya. Ia pun berdoa . “Ya, Tuhan, hukumlah anak yang tak tahu
berterima kasih ini,” katanya. Doa ibu itu pun didengarnya. Pelan-pelan, kaki
gadis itu berubah menjadi batu. Perubahan itu terjadi dari kaki ke atas. “Ibu,
ibu! Ampuni saya. Ampuni saya!” serunya panik. Gadis itu terus menangis dan
menangis. Namun semuanya terlambat. Seluruh tubuhnya akhirnya menjadi batu.
Walaupun begitu, orang masih bisa melihatnya menitikkan air mata. Karenanya
batu itu diberi nama “Batu Menangis”
3. Bagaimana manusia memperoleh pengetahuan
ASAL USUL PENGETAHUAN
Asal usul
pengetahuan termasug hal yang sangat penting dalam epistemology. Untuk
mendapatkan darimana pengetahuan itu muncul (berasal) bisa dilihat dari
aliran-aliran dalam pengetahuan, dan bisa dengan cara metode ilmiah, serta dari
sarana berpikir ilmiah.
Rasional
Pengetahuan
rasional atau pengetahuan yang bersumber dari akal (rasio) adalah suatu
pengetahuan yang dihasilkan dari proses belajar dan mengajar, diskusi ilmiah,
pengkajian buku, pengajaran seorang guru, dan sekolah. Hal ini berbeda dengan
pengetahuan intuitif atau pengetahuan yang berasal dari hati. Pengetahuan ini
tidak akan didapatkan dari suatu proses pengajaran dan pembelajaran resmi, akan
tetapi, jenis pengetahuan ini akan terwujud dalam bentuk-bentuk “kehadiran” dan
“penyingkapan” langsung terhadap hakikat-hakikat yang dicapai melalui penapakan
mistikal, penitian jalan-jalan keagamaan, dan penelusuran tahapan-tahapan
spiritual. Tokoh-tokoh paham rasionalisme yaitu : Agustinus,Johanes Scotus,
Avicena, Rene Descrates, Spinoza, Leibniz, Fichte, Hegel, Plato, Galileo,
Leonardo da Vinci.
Emperikal
Tak
diragukan bahwa indra-indra lahiriah manusia merupakan alat dan sumber
pengetahuan, dan manusia mengenal objek-objek fisik dengan perantaraanya.
Setiap orang yang kehilangan salah satu dari indranya akan sirna kemampuannya
dalam mengetahui suatu realitas secara partikular. Misalnya seorang yang
kehilangan indra penglihatannya maka dia tidak akan dapat menggambarkan warna
dan bentuk sesuatu yang fisikal, dan lebih jauh lagi orang itu tidak akan
mempunyai suatu konsepsi universal tentang warna dan bentuk. Begitu pula orang
yang tidak memiliki kekuatan mendengar maka dapat dipastikan bahwa dia tidak
mampu mengkonstruksi suatu pemahaman tentang suara dan bunyi dalam pikirannya.
Atas dasar inilah, Ibn Sina dengan menutip ungkapan filosof terkenal
Aristoteles menyatakan bahwa barang siapa yang kehilangan indra-indranya maka
dia tidak mempunyai makrifat dan pengetahuan. Dengan demikian bahwa indra
merupakan sumber dan alat makrifat dan pengetahuan ialah hal yang sama sekali
tidak disangsikan. Hal ini bertolak belakang dengan perspektif Plato yang
berkeyakinan bahwa sumber pengetahuan hanyalah akal dan rasionalitas,
indra-indra lahiriah dan objek-objek fisik sama sekali tidak bernilai dalam
konteks pengetahuan. Dia menyatakan bahwa hal-hal fisikal hanya bernuansa
lahiriah dan tidak menyentuh hakikat sesuatu. Benda-benda materi adalah
realitas-realitas yang pasti sirna, punah, tidak hakiki, dan tidak abadi.
Fenomenal
Paham
ini dikemukakan oleh Immanuel Kant, filsuf Jerman. Dia berusaha mendamaikan
pertentangan antara empirisme dan rasionalisme. Menurut Kant, pengetahuan hanya
bisa terjadi oleh kerjasama antara pengalaman indra dan akal budi, dan tidak
mungkin yang satu bekerja tanpa yang lain. Indra hanya memberikan data yakni
warna,cita-rasa, bau, dan lain-lain. Untuk memperoleh pengetahuan, kita harus
keluar atau menembus pengalaman, pengetahuan terjadi dengan
menghubung-hubungkan, dan ini dilakukan oleh rasio (akal).
Metode Ilmiah
Ini
digunakan oleh para ilmuwan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang
sesuatu. Metode Ilmiah terdiri dari :
a.
Pengamatan / pengalaman yang digunakan sebagai dasar untuk merumuskan masalah.
b.
Hipotesa, untuk penyelesaian yang berupa saran. Ini bersifat sementara dan
perlu diverifikasi lebih lanjut. Dalam hipotesa, kebenaran masih bersifat
probalitas. Kegiatan akal bergerak keluar dari pengalaman, mencari suatu bentuk
untuk menyusun fakta-fakta dalam kerangka tertentu. Hipotesa dilakukan melalui
penalaran induksi, dan memuat kalkulasi dan deduksi.
c.
Eksperimentasi, merupakan kajian terhadap hipotesa. Hipotesa yang kebenarannya
dapat dibuktikan dan diperkuat dinamakan hukum, sedangkan di atas hokum
terdapat teori.
TERJADINYA PENGETAHUAN
Masalah
terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi,
sebab jawaban terhadap terjadinya pengetahuan maka seseorang akan berwarna
pandangan atau paham filsafatnya. Jawaban yang paling sederhana tentang
terjadinya pengetahuan ini apakah berfilsafat a priori atau a posteriori.
Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya ata melalui
pengalaman, baik pengalaman indera maupun pengalman batin. Adapun pengetahuan a
posteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Dengan
demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif. (Abbas Hamami
M.,1982,hlm .11)
4. Bagaimana manusia begitu menerima mitos karena akibat keterbatasan
penalaran dan keingitahuannya untuk sementara dapat terjawab
Beberapa faktor yang menyebabkan mitos dan beberapa
hal berikutnya dapat timbul ialah :
1. Keterbatasan pengetahuan manusia, pada umunya manusia memperoleh informasi dari cerita orang yang
mengetahui akan suatu hal. Kemudian hal ini bepindah telinga kepada manusia
yang lain. yang menjadi masalah adalah kebenaran tentang informasi atau
pengetahuan yang muncul dan telah menyebar tersebut.
2. Keterbatasan manusia dalam menalarkan sesuatu, ini dikarenakan kemampuan berpikir manusia pada
saat itu masih latih. Sehingga pemikiran yan dihasilkan dapat benar dan dapat
pula salah.
3. Keingintahuan manusia yang telah terpenuhi untuk sementara, mengadung pengertian bahwa ketika manusia tlah
mampu menalarkan sedikit hal yang ada dalam pikirannya maka disitulah letak
kepuasan manusia yang diterimanya secara intuisi.
4. Keterbatasan alat indera manusia, selain beberapa hal diatas keterbatasan manusia terhadap bagaimana Ia
menggunakan alat inderanay masih terbatas sehingga jangkauan yang sangat detail
dalam suatu penciptaan hal yang baru masih bisa diragukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar